AssWW - Selamat datang

Rekan-rekan yang dimulyakan Allah.
Weblog Dzikrullah / Zikir saya persembahkan, awalnya untuk menuliskan kembali artikel-artikel yang saya tuliskan pada milis Dzikrullah milik Ust. Abu Sangkan, dimana pada bulan Ramadhan 2006 saya menuliskan 13 buah "Loa dan The Secret yang Saya Pahami".

Selamat menyimak ke-13 Artikel pada milis Dzikrullah / Zikir tersebut (artikel bulan JUNI 2008), dan artikel-artikel yang lain..............

Thursday, June 12, 2008

LOA & The Secret Yg Saya Pahami (7): Bisnis


LOA: APLIKASI DALAM BISNIS

AssWW,

Kalau boleh saya share sedikit aplikasi LOA dalam bidang bisnis, silahkan simak uraiannya sbb:

Ketika saya pensiun muda dari sebuah BUMN Telekomunikasi ternama di Bandung, saya bersama 3 rekan pemegang saham untuk membuat perusahaan pelatihan. Singkat kata, setelah 1 tahun karena saya merasa tidak cocok, saya keluar dari perusahaan tadi. Saya merasa tidak bersalah, tetapi mereka sangat marah kepada saya dengan kata-kata yang naudzubillah kasarnya......

Saya tetap mendoakan mereka agar sukses walaupun tanpa keberadaan saya. Saya beri mereka LOA positif.....

1 tahun berlalu, ternyata perusahaan rekan saya tersebut ”bubar”, sedangkan perusahaan baru yang saya bangun, alhamdulillah sukses. (Padahal saya doakan agar mereka sukses)

Contoh lagi, ketika saya masih bekerja di sebuah BUMN, saya ”terzholimi” oleh bos saya, dan saya dikembalikan ke bag SDM dengan ”nama yang agak tercemar” (padahal kami sudah berbicara dengan bos ini secara ”baik-baik” untuk pindah ke Divisi lain). Saya tetap mendoakan sukses bos ini, walaupun sudah tidak menjadi bos saya lagi.

Satu tahun kemudian, ternyata suatu hal, jabatan mantan bos saya di lengserkan, tidak disukai orang banyak, dan akhirnya mengambil pensiun muda, karena ”tidak disukai” rekan-rekan sekantor. Terakhir saya dengar kabar, usaha bisnisnya juga rugi.

Contoh ketiga, kebetulan istri saya yang akan join bisnis dengan rekannya untuk membuka cabang Butik Baju Muslim. Entah mengapa, bukan kesalahan sang istri, rekan istri ini marah-marah sangat keras. Tentu saja istri saya ”tidak” jadi join dengan rekan ini karena sifatnya yang ”tidak terpuji”, padahal sang istri telah mengeluarkan biaya cukup banyak biaya untuk persiapan cabang butik ini.

Saya katakan kepada sang istri; ”Doakan saja dia tetap sukses walaupun tidak jadi join denganmu ma....”

Tak disangka-sangka, 1 hari kemudian datanglah order yang luar biasa besar, sehingga kerugian butiknya dapat tergantikan.

”Subhanallah...”, ucap istri saya.


3 hal di atas hanyalah contoh untuk memperjelas uraian saya, tidak ada maksud lain.
Saya yakin para pembaca juga banyak memiliki pengalaman. Pengalaman akan jauh berharga kalau kita dapat mendeteksi pola-pola pastinya, sehingga hal ini menjadi rumus kehidupan pribadi di masa mendatang.

Bila kita dizholimi seseorang (katakanlah Bpk X), justru kita harus doakan bpk X tadi, agar dia tadi sukses. Memang tidak mudah ”mengalahkan” rasa ”kecewa berat/marah besar” dll.

Bukankah kata Rasulullah ketika berakhirnya perang Badar, yang berat adalah jihadun nafs?

”Balasan” kebaikan bukan dari Bpk X, tetapi dari orang/pihak lain yang tak terduga.

Ketika kita memberikan doa kepada orang yang ”membenci”/”mengecewakan”, kita, kebaikan” (energi positif) ini ternyata ”menarik” kebaikan lain dari suatu yang tak kita duga.

LOA positif telah bekerja dengan tanpa saya sadari.

Tentu saja dalam hal ini kita tetap melaksanakan shalat dan dzikrullah dengan khusyu, apapun yang terjadi pada diri kita, dikala senang dan bahagia, dikala ditimpa musibah dan cobaan.

Tanpa terasa kita makin tersimpuh dan bersujud di hadapan Allah sambil berucap:

Subhanallah....

Alhamdulillah.....

Allahu Akbar.....

Wa la huala wsala quata Illa billah hil ’aliyil ’adzim....

Menurut pandangan saya (maafkan kalau saya keliru), di jaman teknoloigis, well educated people, Islam ”sulit” diterima kalau hanya dijelaskan secara ”dogmatis”.

Islam harus dijelaskan dengan pembuktian-pembuktian Qur’an dan logika yang runtut dan jelas.

Problemnya adalah, pembuktian Qur’an ini hanya mungkin kalau kita ’on track’ pada Qur’an, dan untuk melihat hasilnya, tidak bisa instant, melainkan perlu waktu dan bersifat individual (setiap orang bisa berbeda hasilnya).

Ibaratnya kita ingin membuktikan sebuah rumus kimia di laboratoruim, kita harus terjun melaksanakan eksperimen (yang menghabiskan biaya, waktu, meledakkan tabung kaca), baru kemudian mampu membuktikan kebenaran rumusnya.

Jadi .............

Perlu konsisten (dalam kehidupan duniawi/bekerja), istiqomah (dalam berhampir kepada Allah)

Perlu usaha keras (dalam kehidupan duniawai/bekerja), riyadhah (dalam bermunajat kepadaNYA)

Keduanya tidak ringan.

Inilah problem bangsa kita dewasa ini, yang tidak mau sabar, cenderung ingin serba instant. Tidak bersedia menapak tahapan tangga maqam tadzkiyyatun nafs....

Bagi kita manusia biasa, hal ini adalah wajar, kita menapak dari tangga terbawah, kita bukan orang-orang yang diberi karunia seperti para wali, aulia yang barangkali sudah memulai dari tangga tengah-tengah.

Tentu perlu riyadhah lebih keras.

Kalau kita punya belief: ”Allah tidak memberatkan manusia”.

Ya, tidak apa-apa.

Tentu hasilnya, ya ”tidak ada apa-apa”-nya.

Manusia adalah makhluk “pilihan”…….

Terserah kita koq….

Apakah kita mau ”menerima” hidup seperti ini-ini saja?

Doa dan shalat kita hari ini masih sama dengan seperti saat remaja?

If you (always) do what you’ve done, you (always) get what you’ve got.

Raise your standard!

Kalau kita selama ini sholat wajib saja...... tambah dengan sholat qobla & ba’da…..

Kalau sudah dengan sholat qobla & ba’da, tambah dengan sunnah wudhu dan taubat……

Kalau selama ini dzikir “biasa”, tambah dengan dzikir tambahan mungkin 30 menit…...

Kalau selama ini kita sering kecewa di kantor, ubah kekecewaan dengan sesuatu yang lebih positif……

(Ini hanya sekedar contoh untuk memotivasi untuk kita semua….

Maafkan saya......)

Belakangan saya baru mengetahui, mengapa para sufi menggunakan kata-kata metafora (kiasan) kepada murid-muridnya (pada forum yang luas).

Kalau selalu kalimat perintah langsung, sufi tadi khawatir muridnya tidak semua mampu melaksanakan tugasnya, maka berdosalah murid tadi (“nakal” tidak melaksanakan perintah gurunya di kelas).

Sang sufi yang wara’-pun mungkin menambah dosa.

Tetapi dengan metafora, murid-murid yang tidak mengetahui maksudnya (perintahnya) karena belum sampai maqam-nya, tidak berdosa.

Sungguh luar biasa karunia Allah kepada sang sufi ini……

Saya tidak tahu bagaimana dengan anda membaca email ini......

Dari hati yang terdalam, saya mohon berjuta maaf………

Semoga uraikan saya yang (menurut saya) logis-logis dan dengan bahasa sederhana ini dapat menambah pengetahuan dalam rangka tadzkiyyatun nafs kita. Amin..

Semoga Allah memberikan maghfiroh kepada kita semua.

Amin....

WasWW,

Adhi (http://loaislami.blogspot.com)

No comments: